Sweet seventeen!! Bulan ini, bangsa Jerman memperingati tujuh belas tahun reunifikasi (penggabungan kembali) bangsa mereka. Setelah puluhan tahun terpisah menjadi dua negara (Jerman Barat dan Jerman Timur), akhirnya pada bulan Oktober (tepatnya tanggal 3 Oktober 1990), bangsa itu menjadi satu bangsa yang utuh kembali, Jerman.
Proses penggabungan kembali itu ditandai dengan diruntuhkannya tembok yang sangat terkenal, yaitu tembok Berlin. Sebuah lambang perbedaan dan keterpisahan yang berdiri teguh selama puluhan tahun, akhirnya runtuh. Dengan robohnya tembok itu, berakhir pula masa keterpisahan dan masa pembedaan di antara bangsa Jerman.
Meski pada awalnya banyak juga pihak yang menentang (termasuk, tentu saja, pihak sponsor tembok itu, Kremlin), tetapi akhirnya sebagian besar orang bersukacita ketika tembok itu hancur. Orang berbondong-bondong datang untuk datang ke lokasi tembok berlin, untuk mengambil secuil ikon bersejarah itu. Sampai-sampai, ada yang punya naluri bisnis, menjual bongkahan batu bata bekas tembok itu sebagai souvenir. Sayangnya, seperti biasa, kalau ada souvenir asli, ada juga souvenir yang asli. Malah ada yang mengatakan bahwa kalau souvenir batu bata bekas tembok Berlin dikumpulkan, bisa untuk membangun tembok yang sama dengan ketebalam tiga kali lipat dari aslinya (hehe... Indonesia masih mendingan, CD bajakan dan teknologi tiruan. Di Jerman, bisanya cuma bikin batu bata bajakan).
Tembok memang dibuat selalu untuk memisahkan. Tembok membuat dengan jelas dapat dibedakan antara aku dengan dia. Antara kita dengan mereka. Tembok-tembok yang paling terkenal di dunia dibuat dengan tujuan yang demikian juga. Tembok China, dibuat untuk mencegah bangsa China dari musuh-musuh mereka. Tembok itu memang melindungi bangsa itu dari musuh selama beberapa abad. Tembok Hadrian, di Inggris, dibuat oleh bangsa Romawi untuk melindungi mereka dari serangan bangsa-bangsa Pitcish yang mendiami daerah Skotlandia pada masa itu.
Apapun tujuannya, dari apaun bentuknya, tembok memang dibuat untuk memisahkan. Dan hampir semua tembok dibuat karena adanya perasaan tidak aman dari yang membuatnya. (Jadi ingat, waktu kecil dulu, rumah kami gak pakai tembok sama sekali, malah gak pakai pagar juga. Semua terbuka, orang bisa lewat dari mana saja untuk masuk ke rumah. Tetapi rumah yang sekarang, ada temboknya. Whieww!!).
Tetapi tembok yang lebih sulit dimengerti adalah tembok yang tidak nampak. Orang tidak bisa melihat tembok itu, tetapi tembok itu ada di sana. Tanpa di sadari, orang sudah melanggar batas tembok itu. Tembok Atlantik, misalnya, bukanlah sebuah tembok konvensional. Tembok itu "dibuat" oleh pasukan NAZI Jerman dari rangkaian foxhole (lubang yang dijaga oleh pasukan pengintai dengan senjata mesin). Kalau ada tentara musuh datang, ia tidak akan melihat ada tembok penghalang, tetapi sebenarnya tembok itu ada di sana, menjadi pembatas antara kawan dengan lawan.
Tetapi yang paling berbahaya adalah tembok di dalam hati. Tembok prasangka, tembok curiga, tembok ekslusif. Tembok yang memisahkan antara aku dan kelompokku dengan dia, mereka dan kelompoknya. Ada beberapa perbedaan yang membuat adanya tembok itu; perbedaan fisik (suku, ras, warna kulit), perbedaan ekonomi (kaya, menengah, miskin), perbedaan intelektual (pintar-kurang pintar, perbedaan pandangan atau pendapat), perbedaan karena prasangka pribadi (suka dan tidak suka). Tembok ini tidak nampak, tetapi terbangun secara kuat di dalam hati.
Berbeda dengan tembok fisik yang dibuat seluas mungkin, (makanya kadangkala ada yang sampai bentrok gara-gara tembok pagar yang 'nyorok' ke tanah tetangga, atau negara yang bersitegang karena merasa tembok batas negara tetangga yang terlalu masuk ke wilayahnya --misalnya Indonesia dengan Malaysia), tembok di dalam hati justru dibangun sesempit mungkin. Kalau bisa, hanya ada satu orang saja, dirinya, yang ada di dalam tembok itu. Semua yang berbeda akan secara otomatis berada di luar tembok. Akibatnya, bukannya rasa aman yang muncul karena tembok hati itu, justru yang hadir adalah rasa semakin tidak aman, rasa kesepian, dan rasa terjepit oleh situasi tembok sendiri itu.
Ada orang bijak mengatakan, "Kalau engkau membangun tembok hati-hati agar engkau tidak terpenjara oleh tembok yang engkau bangun itu." Tembok hati cenderung memenjarakan seperti itu.
Ternyata bahwa tembok yang sudah dibangun, pada akhirnya akan menjadi penghalang. Setelah kondisi damai, maka tembok China hanya menjadi ikon sejarah, tembok Hadrian hanya menjadi onggokan batu, dan tembok Berlin bahkan sebagian besar sudah dirobohkan.
Jangan bertahan dengan tembok hati yang dibangun sendiri. Robohkan sebelum tembok itu menghimpit dan memenjarakan. Sebuah graffiti di tembok Berlin menuliskan demikian, "Irgendwann fällt jede Mauer" (Semua tembok akhirnya harus dirobohkan)