Sunday, October 4, 2009

Untukmu Yang Pernah Bertanya

Berapa kali kau bertanya
sampai kapan aku mencintaimu?
Dan setiap kali kuterdiam
Sungguh, aku tak tahu
tak terpikir bahwa mencintaimu itu berbatas

Mencintaimu itu nafasku
tak pernah kuinginkan tiadanya
Mengasihimu itu aliran darahku
tak pernah kuhendaki berhentinya
Bersamamu itu hidupku

Aku menjadi puitis, romantis, melankolis
saat aku bersamamu
Tetapi bagiku itu jauh lebih indah
Karena aku tak tahu menjadi apa
jika aku tanpamu

Kalau kau tanyakan lagi
sampai kapan aku mencintaimu
ketahuilah bahwa mencintaimu tak berbatas dan tak bertepi

Thursday, October 1, 2009

The Lies We Tell

Sebuah survey menunjukkan bahwa kebohongan menjadi andalan banyak orang tua dalam menghadapi anak-anak. Kebohongan itu diadakan untuk mengendalikan anak, untuk memberikan reinforcement (penguatan) kepada perkataan mereka, atau untuk menjawab pertanyaan yang tidak terjawab. Dalam hal hubungan bohong antara orang tua dan anak ini, saya dibohongi oleh orang tua saya, dan sebagai orang tua saya membohongi anak saya.

Salah satu kebohongan yang (masih) lazim adalah ketika orang tua sudah pusing dengan anak yang terus menangis, muncul pernyataan ini, "Diam, jangan menangis terus. Nanti Pak Polisi dengar, kamu ditangkap loo.." Hahaha... padahal, apa urusannya Pak Polisi dengan anak kecil yang menangis, kecuali kalau anak yang menangis itu memang anaknya Pak Polisi sendiri. Saya ingat pernah mendengar orang tua saya mengatakan hal ini kepada saya. Saya juga ingat bahwa saya pernah mengatakan hal yang mirip (tidak sepenuhnya sama). Ketika Yosua masih kecil, dan ia menangis di Plaza Batu, saya menunjukkan kepadanya salah seorang SATPAM di sana dan mengatakan, "Lihat, dia bawa borgol. Itu untuk menangkap siapa saja yang mengganggu orang lain di sini. Anak yang menangis itu pasti menggangu sekali." Sampai berbulan-bulan, trik ini sukses, sampai suatu saat, ia datang ke kantor, bertemu dengan SATPAM yang juga membawa borgol, dan melenyapkan ketakutannya kepada borgol.

Kebohongan yang lain, yang sering saya dengar waktu saya masih kecil, adalah mengenai makanan yang tidak habis. "Habiskan nasinya. Kalau tidak habis, nanti ayam kamu mati." Saya tidak mungkin mengulangi yang satu ini kepada anak-anak saya, karena kami memang sama sekali tidak punya ayam. Tetapi versi lain mengenai makanan ini adalah dengan mengatakan kepada anak saya yang kedua, bahwa makanan yang tidak dihabiskannya akan menangis dan sangat sedih. Sampai batas tertentu, ia menerima hal itu sebagai kebenaran.

Waktu saya masih anak-anak, saya berpikir bahwa Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Krakatau dan Gunung Kawi berada secara berdampingan di Cilacap. Ini karena setiap kali saya berjalan dengan ayah saya, saya selalu cerewet bertanya tentang semua yang saya lihat di sekitar saya. Saat itu saya yakin sekali bahwa asap yang mengepul di hutan, pasti karena ada "kethek liwet" (monyet sedang masak nasi).
Saya juga yakin bahwa jajan di warung di tepi jalan akan membuat kaki saya semakin pendek dan perjalanan menjadi semakin jauh. Saat saya melihat bukit-bukit di perjalanan (yang dalam pandangan saya sebagai anak kecil nampak sepetti gunung), saya selalu menanyakan namanya. Saat itulah saya belajar geografi dasar, bahwa Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Krakatau dan Gunung Kawi berada berdampingan di salah satu tempat di Kabupaten Cilacap.

Tentu bukan mau mengkritik ayah saya, atau ayah-ayah yang lain, yang pernah mengatakan hal yang serupa (termasuk saya sebagai ayah). Tetapi rasanya ada cara yang lain yang lebih baik dibandingkan dengan berbohong ketika kita mau mengendalikan anak, atau memberikan penguatan kepada perkataan kita, atau ketika ada pertanyaan yang memang tidak bisa kita jawab. Rasanya memang ironis bahwa ketika kita mencoba menanamkan nilai kejujuran, kita sendiri melakukan kebohongan.

Kebohongan-kebohongan tadi memang tidak merugikan siapa-siapa secara materi. Tetapi kebohongan tetaplah membawa kerugian, selain akan mendorong kebohongan yang lainnya. Dan bukan sebuah kemustahilan bahwa akan datang saatnya situasi menjadi terbalik, anak yang membohongi orang tua. Kalau ini yang terjadi, pasti kita lebih memperhatikannya secara serius

Ahh... Untung saja saya sempat menyadari bahwa Gunung Merapi, Gunung Kelud, Gunung Krakatau dan Gunung Kawi tidak berada di satu tempat. Hahaha...