Thursday, September 23, 2010

It Starts with Communication


Beberapa waktu belakangan ini, saya menerima banyak panggilan telpon, sms dan email dari orang-orang yang sama sekali tidak kenal. Saya tahu sekali bahwa panggilan telpon dan sms yang masuk kepada saya tentu saja bisa terkirim secara acak. Tinggal pencet nomor-nomor secara sembarang, bisa langsung memanggil siapa saja, dan sms bisa terkirim kepada siapa saja, termasuk kepada nomor telepon genggam saya. Saya bisa mengabaikannya, atau dalam beberapa kasus panggilan acak seperti itu, saya justru meladeninya, just for fun saja. Istri dan anak-anak saya sangat menikmati ketika mendengarkan saya –dengan bergaya sebagai korban yang gampang terbujuk—menanggapi telpon dari orang-orang yang memberikan berbagai tawaran yang too good to be true seperti itu.

Tetapi yang cukup menggangu saya adalah masuknya email dari beberapa orang yang tidak saya kenal, yang menawarkan berbagai barang dagangan yang tidak saya butuhkan. Ada yang menyebutnya scam, atau spam, whatever. Untung untuk official email saya, saya sudah mengatur supaya email yang demikian langsung diarahkan menuju ke junk-mail saja. Beberapa kali seminggu ada yang masuk ke sana, tetapi saya tidak harus membacanya. Tinggal buka folder junk-mail, check pengirimnya—siapa tahu ada email penting yang nyasar—kalau tidak ada, langsung saja klik kanan, pilih Empty junk mail folder, dan semua beres.

Terlepas dari apapun maksudnya—hampir seluruh panggilan dan sms acak memiliki tujuan menipu dengan berbagai macam cara, sedangkan spam terdiri dari bermacam-macam jenis email, mulai dari Nigerian spam, jualan obat, sampai berbagai tawaran lain—tetapi semua didasari oleh satu pemahaman, yaitu bahwa untuk mencapai tujuan dimulai dengan berkomunikasi.

Untuk mencapai tujuan, apalagi yang berkaitan dengan orang lain, tentu saja harus dipastikan bahwa kedua belah pihak sama-sama paham akan apa yang akan dilakukan, dan apa tujuan yang akan dicapai. Dan hal itu tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi. Sayangnya, banyak orang take it for granted—bahwa karena ia memiliki maksud yang baik, dengan tujuan yang baik, dengan motivasi yang tulus, ikhlas dan baik, dan melakukannya dengan cara yang baik—maka orang lain pasti akan bisa menerimanya dengan baik dan kemudian mendukungnya. Dari praduga yang demikian kemudian muncullah berbagai kesalah-pahaman, yang menjadi penyebab berbagai macam ketegangan dan bahkan konflik.

Komunikasi yang mengena, dengan demikian, menjadi salah satu cara yang sangat menolong untuk menyelesaikan masalah. Dan berkomunikasi tentu saja jauh lebih baik daripada sekedar menebak, merasa, menduga, menganggap, berasumsi, dan tindakan-tindakan yang sejenisnya.

Apakah dia setuju dengan pandangan saya? Jangan hanya menduga. Tanyakan. Buka saluran komunikasi.

Apakah dia tersinggung dengan apa yang saya katakan? Berkomunikasilah dengan dia, jangan hanya menduga.

Apakah dia memang naksir sama saya? Tanyakan. Jangan hanya merasa sendiri.

Apakah dia .................? Tanyakan. Jangan hanya berasumsi.

We shall never be able to remove suspicion and fear as potential causes of war until communication is permitted to flow, free and open. (Harry S. Truman)

No comments: