Wednesday, April 9, 2008

Selusin Tahun Pernikahan


Waktu masih kecil dulu, salah satu strategi untuk menghemat pakaian yang akan dipakai adalah dengan membeli pakaian yang lebih besar dari yang seharusnya. Beberapa kali terjadi bahwa baju, celana, atau sepatu yang dibeli, memang lebih besar dai ukuran tubuh. Akibatnya? Baju sering agak kedodoran. Pemecahannya adalah dengan menggulung sedikit bagian lengan. Kalau bagian pinggang dimasukkan ke dalam celana, bukan hanya supaya rapih, tetapi juga supaya tidak nampak kepanjangan sampai ke lutut. Celana agak kepanjangan, hampir berfungsi ganda sebagai penyapu lantai juga. Jalan keluarnya? Bagian perutnya dinaikkan sedikit, lalu diikat dengan ikat pinggang yang cukup kuat. Sepatu sering kelonggaran, sehingga kalau dipakai berjalan santai, sering terbang. Solusinya adalah dengan mengganjal bagian depannya dengan kertas banyak-banyak, sehingga menjadi sangat pas.

Jangan tertawa dulu!! Ibu yang mana yang tidak pernah mengatakan, "Yang agak besar sekalian, supaya tahun depan masih bisa dipakai" Atau, bagi yang anaknya masih kelas I "Beli seragam ukuran yang agak gedean, supaya bisa dipakai juga di kelas III!" Atau, "Siapa bilang kebesaran? Pas gini kok! Biasanya kalau sudah dipakai pasti menyusut!" Atau, "Sayang ya, terlalu pas! Nanti paling bulan depan sudah kekecilan. Yang agak besar sedikit aja!"

Selalu ada alasan untuk membeli satu atau dua ukuran di atas ukuran yang sebenarnya. Alasannya adalah karena akan pertambahan ukuran pada si pemakainya juga. Ia akan bertambah besar, bertambah tinggi, bertambah gemuk. Dan memang itulah yang terjadi (Gak ada yang bisa mengalahkan seorang Ibu dalam membuat prakiraan yang demikian). Beberapa bulan ke depan, memang pakaian itu menjadi tidak cukup lagi. Baju sudah sempit, celana menjadi kependekkan, dan sepatu sudah kekecilan. Apa yang dulunya nampak kebesaran, sudah menjadi pas, dan bahkan kemudian berkembang menjadi kekecilan.

Gak tahu kenapa, ketika mengingat baju yang kesempitan itu, tiba-tiba saya menyadari bahwa memasuki kehidupan berkeluarga juga seringkali seperti memakai pakaian kedodoran yang kemudian menjadi kesempitan seperti itu. Waktu kita baru memasukinya, kita seperti merasa memakai baju yang kebesaran, yang jauh lebih besar dari keberadaan kita. Kita memasuki sebuah dunia yang jauh melebihi kemampuan kita, membayangkan banyaknya pergumulan yang harus dihadapi: Bagaimana melewati masa-masa bulan madu, bagaimana mendapat tempat tinggal, apakah Tuhan memberi kesempatan untuk memiliki anak-anak, bagaimana mengajar anak berjalan dan berbicara, bagaimana membesarkan anak-anak nantinya, bagaimana biaya hidup dan pendidikan anak-anak dll, dll, dll, dll.

Tetapi kemudian kita akan mendapati bahwa Allah menumbuhkan kita, seperti anak kecil yang bertumbuh menjadi besar. Di dalam kehidupan yang tadinya nampak sangat kebesaran, kita bertumbuh menjadi besar, sehingga apa yang tadinya kebesaran menjadi pas, dan bahkan sempit. Apa yang tadinya menjadi ketakutan yang sangat besar, menjadi bisa kita jalani, dan bahkan menjadi bagian dari masa lalu yang sudah diselesaikan. Kita sudah harus melihat ukuran yang lebih besar lagi.

Tahun ini, pernikahan kami sudah melewati masa selusin tahun, 12 tahun lebih. Dalam perjalanan, ada beberapa hal yang tadinya terasa terlalu besar, menjadi bisa dijalani, dan bahkan sekarang sudah bisa dilewati, menjadi bagian dari masa lalu. Bulan madu sudah dilalui, anak-anak sudah dilahirkan di dalam keluarga kami, dan kami sudah melewati masa mengajari mereka berjalan dan berbicara (sekarang kami malah lebih sering mengajari mereka untuk diam--3 tahun kami mengajari mereka berbicara, dan sudah 9 tahun kami mengajar anak untuk diam).

Dalam selusin tahun pernikahan itu, ada juga 'perkembangan' yang terjadi di dalam hubungan kami sebagai suami dengan istri.

Optimisme berkembang menjadi keyakinan. Tidak ada orang yang merencanakan kegagalan dalam kehidupan keluarga, tetapi di dalam kehidupan keluarga memang ada masa-masa kegagalan. Istilahnya, life goes on. Kehidupan berjalan terus. Di dalam perjalanan kehidupan itu, pengalaman menunjukkan bahwa ada beberapa hal yang dirancang dengan didasari optimisme tinggi, sering tidak terjadi. "Tahun depan kita akan beli ......." Tetapi tahun depannya, tidak terjadi apa-apa. Optimisme hilang? Tidak. Optimisme justru ikut bertumbuh bersama kami. Optimisme itu tidak hanya mengharapkan apa yang baik saja, tetapi sudah bertumbuh menjadi keyakinan bahwa walaupun apa yang baik itu tidak muncul, keluarga kami tidak akan terganggu karenanya. Walaupun saya sudah menjaga optimisme bahwa saya akan mengurangi berat badan saya, tetapi optimisme itu sudah disertai keyakinan bahwa kalaupun saya tidak mencapainya tahun ini, istri tidak akan mengamuk karenanya. Juga, walapun saya tidak jadi beli ....., kami sekeluarga tidak akan menjadi kecewa.

Waktu menjadi sangat relatif. Dalam ukuran eksakta, waktu diukur dengan angka. 30 menit, 1 tahun, 10 tahun, tahun 2000, tahun 2008, dll. Tetapi dalam 'pertumbuhan' kehidupan keluarga, waktu menjadi sangat relatif. Di dalam keluarga kami, waktu diukur dengan ukuran yang lain, yang tidak masuk akal bagi orang lain, tetapi sangat bisa kami mengerti sendiri. Beberapa contoh ukuran waktu adalah "Waktu kak Yosua masih kecil" (Kapan? Mmmm.... Dulu!) Atau, "Waktu kita masih di kampus" (Kapan? Mmmmm.... beberapa tahun lalu). Atau "Sebelum Theresa lahir" (Kapan? Ada yang tahu?) Atau "Waktu kita masih di Ikhwan Hadi atas" (Kapan? ....) Atau "Sebelum kita pindah" (Kapan? Pokoknya kami tahu). Waktu tidak lagi ditentukan oleh sebuah alat yang ditemukan oleh orang lain (tahun, jam, atau menit), tetapi lebih merupakan rangkaian kejadian yang sangat bersifat pribadi, yang berkaitan dengan peristiwa di dalam keluarga kami sendiri.

Anda memiliki kemampuan mental memahami pasangan anda. Ini memang 'mengerikan', tetapi untungnya tidak terjadi di setiap saat dan di setiap peristiwa. Dulu, saya sering harus menanyakan dengan sangat detail, "Kaos kaki hitam yang aku pakai kemarin di mana?" Tetapi sekarang, hanya dengan menanyakan, "Kaos kaki mana?" istri saya sudah langsung mengambilkan kaos kaki yang saya perlukan. Ia tidak perlu bertanya, "Kaos kaki siapa?" Bahkan, kalau mau keluar rumah, dan saya bertanya, "Itu sudah ditutup?" Ia langsung bisa tahu apa yang saya maksudkan. Spooky, eh? Tidak juga.

Anda akan memahami bahwa kata-kata tidak selalu bisa diterjemahkan sebagaimana adanya. Perkataan, "Terserah" yang dikatakan istri tidak selalu berarti kita mendapatkan kemerdekaan sepenuhnya untuk memilih. Mungkin bahkan sebaliknya. Kalau kita bertanya kepada istri yang sedang cemberut, "Kenapa?", dan ia menjawab "Tidak ada apa-apa", lalu kita menganggap bahwa memang tidak ada apa-apa, maka itu berarti bahwa kita belum sungguh-sungguh bertumbuh di dalam kehidupan kita berkeluarga.

Anda akan memahami bahwa tidak ada masalah rutin yang layak untuk menjadi bahan pertengkaran. Saya memiliki kecenderungan untuk menjelaskan sesuatu, dan saya ingin agar orang lain memahami penjelasan saya. Misalnya, saya ingin orang memahami bahwa saya suka ganti-ganti channel kalau lagi nonton TV, dan saya akan berusaha untuk membuat orang serumah memahami bahwa saya sangat ingin memegang remote control kalau lagi nonton. Memang saya memahami bahwa kadangkala orang tidak bisa memahami dengan baik, dan karena itu saya berusaha keras untuk menjelaskannnya secara tepat kepada mereka. Karena mereka tidak selalu paham, maka saya akan semakin bersemangat menjelaskannya. Karena kadangkala mereka membantah dan tidak mau mendengarkan penjelasan saya, maka saya menjadi tidak senang. Tetapi, semakin lama, saya semakin memahami bahwa penjelasan saya justru menjadi sumber permasalahan, sehingga terjadilah ketegangan. Penyebabnya? Remote control. (Sekarang menjadi semakin jelas tidak masuk akal, orang tua rebutan remote control). Banyak hal rutin lain yang sebenarnya menjadi bermasalah, tetapi menjadi memalukan setelah permasalahan itu selesai. Dan kadangkala, semakin keras penjelasan maka akan semakin besar masalah yang muncul.

Setelah selusin tahun menikah, anda akan menyadari bahwa di beberapa bagian, pakaian pernikahan anda sudah menjadi pas. Mungkin masih belum sempurna pas, masih sedikit longgar, tetapi tidak lagi kedodoran dan memalukan. Kelonggaran itu justru membuat anda akan bisa bernafas dengan lebih leluasa.


No comments: