Friday, January 23, 2009

Bisa Bermain di dalam Permainan


Apa yang lebih manis dari kemenangan? Dalam dunia yang serba ganas sekarang ini, pencapaian dan keberhasilan diukur dengan kemenangan. Menang atas teman sekerja; menang atas teman sekantor; menang atas teman sekelas; menang atas orang-orang lain. Semua sisi kehidupan hampir dianggap sebagai ajang perlombaan dimana masing-masing orang berjuang untuk menang (dan tentu saja sebagai efeknya) mengalahkan orang lain.

Yang lebih seru, bahkan beberapa event yang sering disebut sebagai 'permainan' sudah kehilangan esensi bermain dan justru menjadi ajang saling 'membunuh.' Orang bermain sepakbola, bukan lagi untuk menikmati permainannya, tetapi untuk berjuang mengalahkan tim yang lain, dengan berbagai cara. Sukacita kanak-kanak yang bisa denga tulus menikmati permainan hilang ketika sudah menjadi dewasa dan sudah memasuki tahap selanjutnya, yaitu tahap "menjadi pemain profesional."

Waktu masih kecil dulu, permainan sepakbola betul-betul dinikmati sebagai permainan. Kedua 'tim' bahkan datang ke lapangan secara bersama-sama. Penentuan siapa main di pihak mana baru ditentukan di tempat dengan cara bersuit, atau cari pasangan (lawan) masing-masing. Wasitnya? Semua pemain menjadi wasit kalau ia dekat dengan bola, dan keputusan akhir selalu menjadi hasil dari musyawarah. Selesai permainan, pemain dari kedua tim, baik dari tim kawan maupun tim lawan, semuanya nyemplung ke kali di pinggir lapangan, atau mandi bareng di sumur umum. Sudah tidak ada lagi tim lawan dan tim kawan di situ. Yang paling dihargai bukannya pemenang dalam pertandingan. Lalu siapa? Yang paling dihargai adalah pemilik bolanya (Bola 'beneran' masih menjadi harta yang mahal jaman itu). Mengapa? Karena dia yang nanti akan menentukan siapa-siapa yang akan diajaknya untuk ikut dalam pertandingan selanjutnya. Ia yang menentukan kapan dan di 'lapangan' mana pertandingan selanjutnya. Dia juga yang punya hak veto menentukan beberapa orang menjadi teman satu timnya, sebelum diadakan suit atau pemilihan.

Betapa berbeda dengan hingar-bingarnya dunia sepakbola jaman ini. Dan bukan hanya sepakbola, hampir semua olah raga lain juga memiliki hingar-bingar yang tak jauh berbeda. Pemain-pemain sepakbola (ini mewakili juga semua olahraga sejenisnya) menjadi selebriti, mendapat bayaran jauh lebih besar dari pendapatan rata-rata setengah penduduk dunia. Dan yang lebih heboh, 'pertarungan' bukan hanya terjadi di lapangan, tetapi bahkan terjadi jauh sebelum dan juga sesudah pertandingan itu sendiri.

Di satu sisi, itu menjadikan dunia olahraga menjadi sangat seru dan menarik untuk ditonton. Itu sebabnya sebagian besar penduduk dunia mengenal nama-nama seperti Manchester United, Chelsea, Bayern Leverkusen, Ajax Amsterdam, Barca, atau nama-nama seperti LA Lakers, Mavericks, atau nama-nama seperti Manny Pacquiao. Kebanyakan orang di dunia mengenal paling tidak satu atau lebih dari nama-nama itu.

mereka adalah kelompok atau pribadi yang sangat menonjol dalam bidang permainannya. Mereka adalah 'pemain-pemain' yang mendapatkan bayaran mahal ataus keahlian mereka untuk bermain. Tetapi saya rasa ada sesuatu yang hilang dari mereka, yaitu kemampuan untuk sungguh-sungguh bermain di dalam pertandingan. Bagi mereka, sepakbola, basket atau tinju atau apapun yang mereka tampilkan, bukan lagi sebuah permainan, tetapi menjadi sebuah pekerjaan, profesi. Mungkin itu sebabnya mereka disebut sebagai pemain profesional. Mereka lebih menekankan 'pertandingan' dibandingkan dengan 'permainan.'

Ketika mereka bermain, mereka tidak lagi bermain karena suka melakukannya, tetapi karena mereka harus melakukannya. Ketika mereka bemain, bukan karena mereka mau memainkannya, tetapi mau tidak mau mereka harus memainkannya. Artinya, mereka kehilangan esensi dari makna kata bermain itu sendiri, sehingga tidak bisa menikmati bermain dan justru menjadikannya sebuah pertempuran untuk mengalahkan, sebelum, pada saat, dan setelah permainan itu sendiri berlangsung.

Kehidupan memang bukan permainan. Tetapi tentu banyak aspek kehidupan yang bisa dinikmati dengan cara yang menyenangkan. Mengenai kesulitan, di dalam kehidupan tidak kurang jumlah kesulitan yang harus dihadapi. Tetapi celakalah mereka yang tidak bisa lagi menikmati hidup, apalagi yang mempersulit kehidupan mereka sendiri. Hidup ini sudah sulit, tanpa kita berusaha menambahkan kesulitannya.

Rasanya bukan itu tujuan Tuhan menjciptakan manusia. Ia tidak menciptakan kita agar kita menjalani kesulitan. Ia bukanlah Tuhan yang merasa senang ketika Ia melihat ada manusia yang susah. (Jadi ingat ada teman bilang, "Sahabat itu, kalau temannya senang merasa ikut senang, dan kalau temannya susah .... tambah senang." hehe... Not that way, Sis..). Tuhan kita bukan Tuhan yang demikian. Makanya Ia justru memerintahkan kita untuk bersukacita dan menikmati kehidupan kita secara bertanggungjawab.

No comments: