Monday, November 5, 2007

Christo Rei yang Kesepian







Sekitar 2 kilometer dari kota Dili, Timor Leste, ada sebuah patung besar, yaitu patung Kristus berukuran 17 meter. Sebuah ukuran yang sangat spektakuler untuk sebuah patung Kristus, walaupun masih kalah besar dibandingkan dengan patung Christo Redentor di puncak gunung Corcovado, Rio de Jeneiro, Brazil, yang ukurannya adalah setinggi 38 meter. Patung itu dibangun pada jaman Indonesia, tepatnya pada jaman Orde Baru.



Pada masa itu, patung Cristo Rei (Kristus Raja) yang dikelilingi oleh pantai pasir putih yang sangat indah, menjadi salah satu wisata andalan Timor Timur (demikian namanya waktu masih menjadi propinsi ke-27 dari negara Indonesia). Menurut Manuel (bukan siapa-siapa, hanya penduduk lokal yang kebetulan lewat, jadi langsung ditanya), pada masa 'keemasannya', patung Christo Rei dan pantai pasir putihnya pernah dikunjungi oleh sekitar 2000 wisatawan, baik wisman (wisatawan mancanegara) maupun wislok (wisatawan lokal).



Tetapi pertengahan Oktober 2007, ketika saya ada di sana, tidak ada orang lain kecuali saya dan 3 orang teman (tentu saja ditambah dengan Manuel) yang ada di sana. Bahkan setelah ngos-ngosan naik ke puncak bukit itupun, tidak ada orang lain yang mengunjungi Christo Rei itu. Perjalanan ke sana memang membutuhkan waktu, energi, dan tentu saja tekad yang besar. Sebenarnya hampir menyerah di tengah perjalanan, tetapi karena 3 orang teman yang lebih senior masih nampak gagah perkasa mendaki (bahkan pakai ngobrol segala, padahal nafas saya hanya cukup untuk mengisi oksigen di kepala saja), akhirnya saya menguatkan hati, dan sampai di puncaknya. Pemandangan yang indah, patung Christo Rei yang megah, rasanya membayar lunas semua hutang energi dan waktu untuk mendaki ke sana. Memang energi untuk turun masih belum jelas bagaimana membayarnya :)



Di satu sisi, menyenangkan bahwa sebuah tempat wisata yang sangat luas dan megah seperti itu hanya dinikmati sendiri. Bahkan salah satu teman mengatakan, "Kalau di Singapore mau menikmati pantai begini sendirian saja, pasti harus membayar puluhan ribu dollar untuk memesan semua tempatnya." Namun saat itu, tempat yang sangat indah itu sudah ditinggalkan. Orang menjadi sangat sibuk dengan urusan lain, dan tertarik dengan hal-hal yang lain. Saya membayangkan, kalau di Timor Leste harga cat murah, bukan tidak mungkin para vandalis (tukang coret tembok liar) bisa jadi akan mulai menuliskan coretan mereka di sana. Untung harga cat di sana mahal, dan tidak semua orang bisa membelinya hanya untuk 'bersenang-senang' saja.



Tetapi di sisi lain, sebuah pelajaran terbersit di benak: Bahkan apa yang sangat indah dan dibanggakan, suatu saat akan menjadi sunyi dan ditinggalkan. Di dunia ini, apa sih yang yang bisa bertahan sampai kekekalan?









No comments: