Tuesday, September 22, 2009

Melihat Hal Baik dalam Pasangan


Beberapa hari yang lalu diminta memimpin share mengenai kehidupan keluarga, antara suami-istri dan anak-anak. Beberapa teman ikut dalam kelompok itu, yang usia pernikahannya rata-rata di atas usia pernikahan kami sendiri. Oh ya, usia pernikahan kami 13 hampir 14 tahun, dan usia pernikahan anggota kelompok rata-rata 14-17 tahun. Hanya 1 yang usia pernikahannya 'baru' 10 tahun, tetapi anaknya lebih banyak dari anak kami. Pasangan ini anaknya 3.


Pertanyaan yang harus dijawab adalah, "Bagaimana mempertahankan dan meningkatkan keharmonisan hubungan antara suami dengan istri."


Pertanyaannya kelihatannya sangat klasik dan hampir klise, tetapi sebenarnya pertanyaan ini menyangkut hakekat yang sangat mendasar dari kehidupan berkeluarga. Banyak keluarga bubar dan tidak berlanjut lagi, karena tidak ada lagi keharmonisan antara suami dengan istri. Banyak alasan yang kemudian muncul, tetapi intinya, ya masalah itu tadi, tidak ada keharmonisan lagi.


Beberapa masukkan dimunculkan di dalam share itu, tetapi ada yang membuat saya sangat terkesan. Untuk meningkatkan keharmonisan hubungan antara suami dengan istri, perlu memperhatikan hal-hal baik yang tidak hilang sejalan dengan berlalunya waktu. Menarik sekali. Sering kali keharmonisan keluarga menjadi berkurang dan bahkan hilang karena pasangan tidak bisa melihat hal-hal yang baik di dalam diri pasangannya, atau hanya melihat hal-hal baik yang bersifat sementara di dalam diri pasangannya itu.


Ketika pasangan suami istri sedang bertengkar atau konflik, yang biasanya muncul di dalam pikiran masing-masing adalah kesalahan atau keburukan pihak lainnya. Tanpa "kecerdasan" yang memampukannya melihat hal-hal yang baik di dalam diri pasangannya, maka pertengkaran itu hanya akan menjadi ajang membongkar kebusukan masing-masing, yang semakin lama akan semakin berbau busuk dan cenderung menyakitkan. Waktu pertama kali jatuh cinta dulu, pasti banyak kebaikan yang muncul di dalam diri pasangan. Mungkinkah semua kebaikan itu hilang setelah menikah? Rasanya tidak. Pasti masih ada yang muncul. Kemarahanlah yang membutakan suami sehingga tidak melihat kebaikan istri, dan mematikan rasa sang istri sehingga tidak bisa merasakan kebaikan suami.


Ketika jarak membatasi suami dan istri, ingatan akan kebaikan sang istri akan menghalangi suami untuk berpikir bahwa ada wanita di dekatnya yang lebih baik dari istrinya. Ingatan akan kebaikan istri akan menyadarkannya bahwa kesenangan sesaat yang mungkin akan dialami dari pengkhianatannya, sangat tidak sepadan jika dibandingkan dengan kebaikan yang akan diterimanya dari pasangannya. Dan berlaku juga demikian juga dengan sang istri, yang mengingat kebaikan suaminya.


Memperhatikan kebaikan-kebaikan yang bersifat sementara, juga tidak banyak menolong, apalagi yang hanya sedalam kulit saja. Setelah beberapa dekade pernikahan, maka kecantikan dan kegagahan akan sangat berkurang. Tetapi kelemah-lembutan, perhatian, humoris, kebijaksanaan, ketelitian, kecerdasan; tidak akan berkurang dan kemungkinan bahkan akan meningkat sejalan dengan bertambahnya pengalaman. Kalau mata yang dipakai hanyalah mata fisik, maka keindahan yang nampak juga hanyalah keindahan kulit. Tetapi ketika mata yang dipakai adalah mata hati yang diliputi dengan cinta kasih, maka hal-hal yang bersifat tetap itu, akan nampak jelas.


Mudah-mudahan selama hidup saya, saya juga memiliki kemampuan ini, untuk melihat hal-hal yang baik dan kebaikan-kebaikan yang bersifat tetap, di dalam diri istri saya. Dan nampaknya, sangat mudah untuk menemukannya, mengingat bahwa ia memiliki sangat banyak kebaikan itu.


Love is patient, love is kind.


It does not envy, it does not boast, it is not proud.


It is not rude, it is not self-seeking.


It is not easily angered, it keeps no record of wrongs.


Love does not delight in evil, but rejoices with the truth.


It always protects, always trusts, always hopes, always perseveres.


Love never fails.

No comments: