Tuesday, September 29, 2009

Menyiasati Perubahan


Awal tahun ini, sebenarnya sudah memutuskan rencana bahwa mudik Natal tahun ini, kami sekeluarga akan mengunjungi keluarga istri saya, di Simpang Pemali, Sungailiat, Bangka. Sudah beberapa tahun memang kami tidak ke sana, sejak Ibu mertua saya wafat. Semua persiapan dan strategi sudah disusun, dan bahkan sudah dirancang. Anggaran dan itinerary juga sudah diatur sedemikian rupa. Hampir bisa dipastikan bahwa perjalanan akan benar-benar ditempuh. Tetapi beberapa minggu yang lalu, istri saya tiba-tiba mengatakan, "Pak, kita ke Cilacap saja Desember ini. Embahnya anak-anak sudah sepuh, pasti mereka lebih membutuhkan kunjungan kita dibandingkan dengan Kakak-kakak di Bangka." Saya tidak bisa menjawab, tetapi terus terang, saya sangat bahagia.

Saya sedang menyiapkan diri untuk sebuah speech mengenai perubahan. Belum jelas apa judulnya, tetapi sekitar bagaimana menghadapi perubahan dan menyikapinya, ketika perubahan itu memang harus terjadi. Ini menurut saya sangat relevan mengingat perubahan selalu terjadi di dalam kehidupan kita, maupun di sekitar kita. Bahkan ketika kita tidak melakukan apa-apa, perubahan sedang terjadi. Ada seorang filsuf Jerman yang pernah mengatakan, "Nichts ist so beständig wie der Wandel" (Tidak ada yang tetap kecuali perubahan itu sendiri.)

Artinya, segala sesuatu berubah. Waktu berubah. Diri kita berubah. Lingkungan di sekitar kita berubah. Keluarga kita berubah. Keadaan sosial kita berubah. Keadaan keuangan kita berubah.

Perubahan itu terjadi ketika kita merencanakannya ataupun tidak.

Perubahan itu terjadi ketika kita ikut mengambil bagian di dalamnya ataupun tidak.

Perubahan itu terjadi ketika kita mengetahuinya ataupun tidak.

Perubahan itu terjadi ketika kita menyadarinya ataupun tidak.

Perubahan itu terjadi ketika kita menyukainya atau tidak.

Kita tidak bisa selalu mengatur perubahan yang terjadi. Ada perubahan-perubahan yang menuju ke arah yang sangat menyenangkan bagi kita, tetapi ada juga perubahan yang menuju ke arah yang tidak menyenangkan. Karena perubahan merupakan sesuatu yang tidak terelakkan, tidak bisa dihindari, maka yang penting adalah bagaimana kita meresponi perubahan itu. Mudah untuk meresponi dengan positif akan perubahan yang menyenangkan, tetapi sulit jika perubahan itu terjadi ke arah yang sebaliknya. Dan yang luar biasa, respons kita akan perubahan itu juga akan mendorong terjadinya perubahan yang lain lagi.

So how?

Jangan pernah menutup diri terhadap kemungkinan perubahan. Bahwa kita tidak melihat adanya perubahan berarti di dalam kehidupan kita selama beberapa tahun terakhir, tidak menjadi jaminan bahwa tidak akan ada perubahan dalam beberapa waktu ke depan. Tidak ada salahnya membuat antisipasi untuk yang terburuk, walaupun kita senantiasa mengharapkan yang terbaik.

Siapkan diri untuk berubah. Tidak ada gunanya semua antisipasi yang dibuat, semua persiapan yang dirancang, kalau kita, sebagai pribadi, tidak mau berubah. Ketidaksiapan ini yang sering membuat berbagai macam syndrom (termasuk post power syndrom dan sejenisnya). Ketidaksiapan ini yang membuat orang tidak tahu bagaimana bersikap ketika keadaan sudah berubah.

Dekatkan diri kepada Allah. Ini tidak bisa dilupakan. Kemampuan manusiawi adalah menghadapi perubahan yang bertahap, sedikit demi sedikit. Tetapi tidak semua perubahan bisa kita atur demikian. Beberapa perubahan mungkin akan terjadi secara sangat drastis. Banyak peristiwa yang demikian. Hanya kekuatan supranatural yang bisa membuat manusia sanggup menghadapinya.

Perubahan pasti akan terjadi, kita tidak bisa berbuat apa-apa atas kenyataan ini. Tetapi kita bisa berbuat sesuatu: Menyiapkan diri agar bisa menyikapi dengan baik ketika perubahan itu melanda kita. Dengan begitu, setelah badai perubahan itu lalu, kita tetap berdiri tegak dan kokoh, dalam keadaan sehat jasmani dan rohani kita.

No comments: